Maraknya
smartphone sudah menyihir banyak orang dan kalangan. Sebut saja Sina, ia adalah
seorang remaja yang juga menginginkan smartphone tersebut. Kebanyakan dari
teman-temannya sudah memilikinya, sedangkan Sina tiap hari hanya bisa
memandangi temannya dengan penuh gaya memamerkan smartphone yang mereka miliki.Sina
termasuk anak yang tidak tegaan, untuk meminta smartphone pada orangtuanya
hatinya pun tak sampai. Ia tak ingin merepotkan orangtuanya sehingga
keinginannya tersebut ia pendam dalam-dalam di benaknya.
“Kapan aku bisa punya smartphone, dari mana aku bisa dapetin uang untuk
membelinya tanpa meminta orangtuaku?”, tanyanya dalam hati.
Bisa dibilang perekonomian keluarganya cukup, tapi karena kondisi keluarganya yang selalu ada percekcokan membuat Sina tak mampu mengungkapkan keinginannya tersebut.
Bisa dibilang perekonomian keluarganya cukup, tapi karena kondisi keluarganya yang selalu ada percekcokan membuat Sina tak mampu mengungkapkan keinginannya tersebut.
Suatu hari saat
ia di kamarnya, Sina merenungkan masalahnya itu..
“Ya Allah, berikan hamba jalan kemudahan untuk bisa membeli smartphone, hamba ingin membeli sendiri dengan usaha sendiri”, doanya.
Tak sengaja bapak Sina mendengar renungannya.
“Halah, smartphone.. smartphone.. dari pada kamu cari uang buat beli smartphone mending di tabung aja, buat masa depanmu nanti!”, bentak sang Bapak.
Mendengar perkataan bapaknya, Sina tak kuasa menahan air matanya, ia pun menjadi takut untuk menyebut kata-kata smartphone lagi.
“Ya Allah, berikan hamba jalan kemudahan untuk bisa membeli smartphone, hamba ingin membeli sendiri dengan usaha sendiri”, doanya.
Tak sengaja bapak Sina mendengar renungannya.
“Halah, smartphone.. smartphone.. dari pada kamu cari uang buat beli smartphone mending di tabung aja, buat masa depanmu nanti!”, bentak sang Bapak.
Mendengar perkataan bapaknya, Sina tak kuasa menahan air matanya, ia pun menjadi takut untuk menyebut kata-kata smartphone lagi.
Pagi harinya
ketika Sina sampai ke sekolah dan duduk di bangku yang ada di kelasnya, salah
seorang temannya datang mendekat.
“Sina, lihat nih aku abis di beliin smartphone lagi loh, keren gak?”, memamerkan smartphone barunya.
“Wah, bagus banget”, jawab Sina menyentuhnya.
“Eh, jangan asal sentuh dong, ini kan barang mahal, nanti bisa rusak”, temannya melarang Sina.
Merasa tak enak dengan temannya, Sina pun langsung pergi. Hati Sina teronta-ronta.
“Sina, lihat nih aku abis di beliin smartphone lagi loh, keren gak?”, memamerkan smartphone barunya.
“Wah, bagus banget”, jawab Sina menyentuhnya.
“Eh, jangan asal sentuh dong, ini kan barang mahal, nanti bisa rusak”, temannya melarang Sina.
Merasa tak enak dengan temannya, Sina pun langsung pergi. Hati Sina teronta-ronta.
“Kenapa
mereka sombong? Kenapa mereka semua sibuk dengan smartphonenya? Aku juga pengen
punya smartphone!”, jeritnya menangis keras.
Berjalan menyusuri ramainya jalan raya, gelisah, bimbang dan sedih merasuk di batinnya. Tak memandang apa yang lewat di hadapannya, hanya melangkah dan terus melangkah.
Berjalan menyusuri ramainya jalan raya, gelisah, bimbang dan sedih merasuk di batinnya. Tak memandang apa yang lewat di hadapannya, hanya melangkah dan terus melangkah.
“Tin…
Tin..!!! Awasss!!”, bentak pengendara montor.
“Haaaaa!”, jerit Sina.
“Brukkk…”,suara montor menghantam tubuh Sina. Terbaring lemah dan tak sadarkan diri karena tertabak montor, ia juga terlempar jauh. Keadaannya berlumuran darah, warga sekitar pun membawanya ke rumah sakit.
“Haaaaa!”, jerit Sina.
“Brukkk…”,suara montor menghantam tubuh Sina. Terbaring lemah dan tak sadarkan diri karena tertabak montor, ia juga terlempar jauh. Keadaannya berlumuran darah, warga sekitar pun membawanya ke rumah sakit.
Tak lama
kemudian orang tua Sina datang ke rumah sakit.
“Gimana keadaan anak saya dok?” panik bapak Sina, bertanya kepada dokter.
“Anak bapak sekarang koma, ada benturan di kepala anak bapak”, terang dokter. Mendengar bahwa Sina koma, bapaknya menjadi sangat sedih dan menyesal perlakuan selama ini yang selalu acuh dengan anaknya.
“Astagfirullah, Sina, semoga kamu gak kenapa-kenapa”, tangisan Ibu Sina. Kedua orangtua Sina ini sungguh mencemaskan kondisinya. Terlihat bapak Sina mondar mandir kesana kemari dan Ibunya masih terus menangis.
“Gimana keadaan anak saya dok?” panik bapak Sina, bertanya kepada dokter.
“Anak bapak sekarang koma, ada benturan di kepala anak bapak”, terang dokter. Mendengar bahwa Sina koma, bapaknya menjadi sangat sedih dan menyesal perlakuan selama ini yang selalu acuh dengan anaknya.
“Astagfirullah, Sina, semoga kamu gak kenapa-kenapa”, tangisan Ibu Sina. Kedua orangtua Sina ini sungguh mencemaskan kondisinya. Terlihat bapak Sina mondar mandir kesana kemari dan Ibunya masih terus menangis.
“Bu, aku
ingat anak kita kemarin bilang pengen banget smartphone, tapi waktu itu bapak
ngelarang dia!” ujar sang bapak penuh penyesalan.
“Ya sudah pak, segera kita belikan saja dia smartphone”, jawab Ibu kemudin mengajak bapak pergi ke pusat smartphone yang ada di daerah mereka.
“Ya sudah pak, segera kita belikan saja dia smartphone”, jawab Ibu kemudin mengajak bapak pergi ke pusat smartphone yang ada di daerah mereka.
Keesokan
harinya Sina mulai tersadar, walau kondisi tubuhnya masih sangat lemah.
“Aku ada di mana?”, bisik Sina melihat sekeliling ruangan.
“Adek, ada di rumah sakit, kemarin adek habis kecelakaan”, terang suster, mengecek kondisinya.
“Aku ada di mana?”, bisik Sina melihat sekeliling ruangan.
“Adek, ada di rumah sakit, kemarin adek habis kecelakaan”, terang suster, mengecek kondisinya.
Mendengar
Sina sudah sadar, Bapak dan Ibu bergegas menghampiri putri semata wayangnya
itu.
“Sina, bagaimana keadaanmu nak”, tanya Ibu menghawatirkan Sina. Kemudian merangkul anak dan mencium keningnya.
“Ibu, Sina sudah agak membaik, cuma kepala Sina masih sedikit terasa pusing”, jawabnya dengan suara lembut.
“Nak, lihat Bapak punya hadiah buat kamu. Ini smartphone yang kamu inginkan kemarin”, kata bapak mengulurkan smartphone kepada anaknya. Sina pun merasa terkejut, ternyata sang bapak yang waktu itu melarangnya membeli smartphone sekarang membelikannya.
“Makasih Pak, tapi bukannya bapak larang Sina pakai smartphone?”, jawabnya dengan ragu.
“Enggak nak, waktu itu bapak Cuma lagi emosi aja karena banyak kerjaan. Maafkan Bapak ya, jika kemarin membuat hatimu tersinggung”, terang bapak, meminta maaf kepada Sina.
“Bener nak, ini dari Bapak dan Ibu, beliin khusus buat kamu, lagian kan hp kamu juga sudah rusak kan?”, sahut Ibu meyakinkannya.
“Iya Bu, makasih banyak ya pak, bu, Sina seneng banget, akhirnya sekarang sudah punya smartphone”, ujar Sina bahagia.
“Sama-sama nak, kalau kamu senang, Bapak dan Ibu juga ikut senang”, pungkas Bapak.
“Sina, bagaimana keadaanmu nak”, tanya Ibu menghawatirkan Sina. Kemudian merangkul anak dan mencium keningnya.
“Ibu, Sina sudah agak membaik, cuma kepala Sina masih sedikit terasa pusing”, jawabnya dengan suara lembut.
“Nak, lihat Bapak punya hadiah buat kamu. Ini smartphone yang kamu inginkan kemarin”, kata bapak mengulurkan smartphone kepada anaknya. Sina pun merasa terkejut, ternyata sang bapak yang waktu itu melarangnya membeli smartphone sekarang membelikannya.
“Makasih Pak, tapi bukannya bapak larang Sina pakai smartphone?”, jawabnya dengan ragu.
“Enggak nak, waktu itu bapak Cuma lagi emosi aja karena banyak kerjaan. Maafkan Bapak ya, jika kemarin membuat hatimu tersinggung”, terang bapak, meminta maaf kepada Sina.
“Bener nak, ini dari Bapak dan Ibu, beliin khusus buat kamu, lagian kan hp kamu juga sudah rusak kan?”, sahut Ibu meyakinkannya.
“Iya Bu, makasih banyak ya pak, bu, Sina seneng banget, akhirnya sekarang sudah punya smartphone”, ujar Sina bahagia.
“Sama-sama nak, kalau kamu senang, Bapak dan Ibu juga ikut senang”, pungkas Bapak.
Sejak
kejadian itu orangtua sudah tidak lagi bertengkar dan kini pun Sina sudah
mendapatkan smartphone yang telah lama ia idam-idamkan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar