Hijabku
Matahari di hari ini, bukan seperti matahari yang seperti
biasanya, panas. Namun hari ini sinarnya begitu cerah dan bersahabat. Aku yang
dari tadi duduk-duduk santai di depan halaman sekolah, sambil ku sandarkan
kepalaku di kursi. Kunikmati sinar matahari, hembusan angin yang segar, dan ku
biarkan rambutku terurai. Seperti biasa, saat hari sabtu tiba, aku sengaja pulang
terlambat karena aku menunggu satu di antara mahasiswa yang biasa lewat depan
sekolahku, aku bukan cuma kagum, sepertinya aku telah jatuh hati padanya.
Keramahannya, senyumnya, cara bicaranya, buat aku kagum dan rasanya ingin
memilikinya. Namun tak sedikit pun ada rasa berani untuk mendekatinya. Apa
karena aku wanita yang tak mungkin mendahului? bisa jadi.
“Apa salahnya kamu deketin dia?”
Satu di antara sahabatku menegur aku yang sedang memperhatikan dia.
“Kalau suka deketin gih!. So akrab juga boleh, dari pada merhatiin dari jauh mulu, sana ayo samperin!”.
“Apa salahnya kamu deketin dia?”
Satu di antara sahabatku menegur aku yang sedang memperhatikan dia.
“Kalau suka deketin gih!. So akrab juga boleh, dari pada merhatiin dari jauh mulu, sana ayo samperin!”.
Dengan rasa percaya diri aku samperin dia, ternyata apa yang
aku takutkan benar-benar terjadi. Dia cuekin aku, sedikit pun dia mengabaikan
sapaanku, aku seorang wanita yang mencoba memberanikan diri menyapa laki-laki
yang biasanya tak pernah aku lakukan. Hasilnya dicuekin, sakit, sakit banget.
Aku membalikan badanku dan kembali kepada teman-teman, namun ketika aku
melangkahkan kakiku dia memanggilku.
“Ukhti… memanggilku? kalau ukhti seorang muslim, tau bagaimana menyapa yang baik seperti yang Rasulluloh ajarkan? Asallamualaikum”.
Rasanya senang, hati serasa gugup, mukaku pucat, tanganku mendadak dingin, apa ini? Entahlah.
“Waalaikumsallam. Maaf sebelumnya, namaku bukan ukhti tapi Fuzi”.
“Maksudku dalam bahasa Arab, ukhti itu sebutan bagi seorang akhwat wanita. Ada apa de? kamu mengenaliku?”
“Oh aku jadi malu, kakak ngomongnya pakai bahasa Arab sih, haha (sambil tertawa kecil) . Mmm kak, boleh minta nomer HP nya gak?”.
“Tidak”.
Aku diam cukup membuat sakit jawaban simpel itu.
“Tidak mungkin aku tidak kasih nomer HP ku, boleh dong. Kalau ada apa-apa ade boleh hubungi saya”. cetus dia melanjutkan pembicaraannya.
Huh hampir saja aku mati rasa, apa kata orang-orang nanti Fuzi minta nomer cowok terus gak dikasih? Ga kepikiran dan gak mau mikir. Untung aja dikasih.
“Ukhti… memanggilku? kalau ukhti seorang muslim, tau bagaimana menyapa yang baik seperti yang Rasulluloh ajarkan? Asallamualaikum”.
Rasanya senang, hati serasa gugup, mukaku pucat, tanganku mendadak dingin, apa ini? Entahlah.
“Waalaikumsallam. Maaf sebelumnya, namaku bukan ukhti tapi Fuzi”.
“Maksudku dalam bahasa Arab, ukhti itu sebutan bagi seorang akhwat wanita. Ada apa de? kamu mengenaliku?”
“Oh aku jadi malu, kakak ngomongnya pakai bahasa Arab sih, haha (sambil tertawa kecil) . Mmm kak, boleh minta nomer HP nya gak?”.
“Tidak”.
Aku diam cukup membuat sakit jawaban simpel itu.
“Tidak mungkin aku tidak kasih nomer HP ku, boleh dong. Kalau ada apa-apa ade boleh hubungi saya”. cetus dia melanjutkan pembicaraannya.
Huh hampir saja aku mati rasa, apa kata orang-orang nanti Fuzi minta nomer cowok terus gak dikasih? Ga kepikiran dan gak mau mikir. Untung aja dikasih.
Setelah bertukaran nomer HP, aku senang mengenalnya, aku rasa
dia laki-laki yang baik dan sholeh.
“Kakak calon ustad ya?”,
“InsyaAllah kalau Allah meridhoi kenapa tidak?”.
“Keren, pantes ceramahin aku mulu, hehe”.
“Harusnya ini menjadi kesadaranmu de, kamu telah berhenjak dewasa. Kamu seorang wanita harusnya kamu tau betapa pentingnya menutup aurat, dan rambutmu itu adalah mahkotamu, sampai kapan mau dibiarkan terlihat oleh non mukhrim?”.
“Aku belum siap”.
“Mau sampai kapan nunggu siap berhijab? kita gak kan pernah tau sampai kapan kita hidup di dunia ini”.
“Aku mau memperbaiki hati dan sikapku dulu, baru menutup aurat ku”.
“Salah, tutup auratmu dahulu. Dengan menutup auratmu itu merupakan salah satu contoh menghindari dosa besar, jika kamu menutup auratmu, maka ketika kamu ingin melakukan sesuatu yang tidak baik, kamu ingat dengan jilbab. Menutup aurat itu wajib hukumnya, Fikirkan baik-baik”.
“Iyah nanti aku fikirkan terimakasih”.
“Kakak calon ustad ya?”,
“InsyaAllah kalau Allah meridhoi kenapa tidak?”.
“Keren, pantes ceramahin aku mulu, hehe”.
“Harusnya ini menjadi kesadaranmu de, kamu telah berhenjak dewasa. Kamu seorang wanita harusnya kamu tau betapa pentingnya menutup aurat, dan rambutmu itu adalah mahkotamu, sampai kapan mau dibiarkan terlihat oleh non mukhrim?”.
“Aku belum siap”.
“Mau sampai kapan nunggu siap berhijab? kita gak kan pernah tau sampai kapan kita hidup di dunia ini”.
“Aku mau memperbaiki hati dan sikapku dulu, baru menutup aurat ku”.
“Salah, tutup auratmu dahulu. Dengan menutup auratmu itu merupakan salah satu contoh menghindari dosa besar, jika kamu menutup auratmu, maka ketika kamu ingin melakukan sesuatu yang tidak baik, kamu ingat dengan jilbab. Menutup aurat itu wajib hukumnya, Fikirkan baik-baik”.
“Iyah nanti aku fikirkan terimakasih”.
Aku menutup
telfon tanpa salam padanya. Baru kali ini ada orang yang berani nyeramahin aku
sampe ngotot mulu, fikirku mulai sebel padanya dia bawel dan sok baik. Hobby
nya ceramahin aku mulu tiap kali kontak, entah itu lewat via sms atau telfon
sama aja. ( urhatku pada Nia temen sebangku aku).
Namun aku sadar sebenarnya niat dia baik, aku yang terlalu
keras kepala dan kurang mengerti agama. Bahkan saat aku ketemu dengannya aku
masih belum mengenakan jilbab, dan lagi-lagi alasanku bilang belum siap. Dan Ku
ingin berhijab bukan karena orang lain, tapi karena diri sendiri dan karena
Allah. Namun hari demi hari sepertinya aku mulai diberi hidayah, akhir-akhir
ini aku sering membeli baju panjang, rok panjang, jilbab, sampai teman-teman
aneh melihat aku yang sekarang tiba-tiba berubah. Aku mulai mau mengenal lebih
dekat tentang Islam dan wanita muslimah. Dengan cara browsing dan sering
membeli buku-buku islami.
Aku Fuzi Adhawiyah siap tampil beda di hadapan keluarga,
teman dan semuanya dengan lebih baik, anggun, manis, soleha, Fuzi akan mengamalkan
apa yang selama ini Fuzi pelajari. Sampai pada saatnya beberapa bulan tak
bertemu dia karena aku sibuk memperbaiki diri dan belajar agama aku kehilangan
kominikasi dengan dia, rasanya rindu ingin bertemu dengannya, kata-kata yang
selalu bikin aku ingat dari dia adalah
“Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga harus tetap menjaga dandannannya, dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan laki-laki”.
Lalu aku kirimkan sebuah pesan singkat padanya
“Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga harus tetap menjaga dandannannya, dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan laki-laki”.
Lalu aku kirimkan sebuah pesan singkat padanya
“Asallamualaikum,
aku cinta Allah dan aku buktikan dari apa yang aku lakukan, mengerjakan
perintahnya dan menjauhi larangannya. Termasuk pentingnya wanita menutup
auratnya”,
Fuzi Adhawiyah..
Fuzi Adhawiyah..
“Waalaikumsalam
nak, harap ukhti tidak kaget. Yang punya nomor ini sudah tiga hari yang lalu
saat hari juma’at telah pulang ke Rahmatulloh karena sakit jantung yang
dideritanya”.
Ibunda Rizki Fauzan..
Ibunda Rizki Fauzan..
Sakit, rasa tidak percaya dan sedih menjadi satu. Rasanya
hancur dia penyemangatku orang yang aku cinta telah kembali ke pelukan Allah,
namun setelah aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia benar benar telah
tiada, Kak Rizki batinku terus menangis, merintih rindu. Kau pergi begitu
singkat tanpa meninggalkan pesan apapun padaku kak, hanya mimpi itu. Bermimpi
dia membelikanku jilbab cantik berwarna putih. Namun aku yakin kau telah
bahagia di alam sana, rinduku menyertaimu, kelak nanti aku akan menyusulmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar