Senin, 02 Desember 2013

Kenanganku


Kenanganku

               Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin sore membuat daun-daun kecil berguguran di pinggir danau dan menyilaukan pandanganku pada secarik kertas di depanku. Hari-hariku terasa menyenangkan dengan sebuah kuas yang terukir namaku “Diana”. Yah, boleh dikatakan aku gemar melukis di tempat-tempat yang menurutku indah dan tenang. Apalagi dengan seorang sahabat, membuat hidupku lebih berarti. Dari kejauhan terdengar alunan biola nan merdu semakin mendekati gendang telingaku. Alunan merdu itu membuatku semakin penasaran.  “Ya sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja”. Dengan rasa penasaran, aku sambil mengemas peralatan lukisku dan mengendarau sepeda menyusuri jalan komplek rumahku yang berbukit dan rindangnya pepohonan sepanjang jalan di bawah cahaya mentari yang mulai redup.

Pulang petang menjadi hal yang biasa bagi Lintang. Seorang gadis tomboy berambut hitam panjang yang selalu di kuncir ke atas. Dia selalu bermain basket di bawah rumah pohonnya, letaknya di samping danau yang airnya tenang, setelah pulang dari les. Dengan mengusap keringat di pipinya dia bergegas menyusuri komplek rumahnya dengan perasaantakut karena selalu pulang telat.
Pada waktu yang bersamaan, Diana meletakkan sepedanya ke garasi dan melihat Lintang.
  “Lintang,, Lintang,, dari mana saja kamu?
  “Aku mencarimu! Kata Diana
 “Aku main basket di tempat biasa, di bawah rumah pohon. Ma’af, udah buatmu khawatir. “Entahlah…. Sudah dulu ya, bau banget nih. “Huuhh,, dasar cewek gadungan, aku dicuekin lagi…! Kesal Diana
               Dengan rasa kesal, gadis itu pun masuk ke kamar khayalannya. Meletakkan peralatan lukisnya di sudut ruangan dekat lemari kaca yang penuh dengan boneka kucing dan patung kecil yang terbuat dari tanah liat. Ia selalu menatap lukisan sunset yang di belakang pintu kamarnya. Ketika melihat itu, ia merasakan tenangnya dunia di laut lepas. Lintang segera membersihkan dirinya karena takut ibunya marah. Ibunya pun heran melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Sifat keras kepala Lintang yang biasanya tampak, namun kala itu hati tomboynya bisa luluh dengan rasa bersalahnya. Ketika ia duduk di atas kursi yang tinggi sambil mengamati indahnya malam. Tiba-tiba ia merasakan sakit pada badannya, perutnya nyeri dan nafasnya terasa sesak. Lintang bingung dengan apa yang dia rasakan dan tiba-tiba ia terjatuh dari kursi tingginya, mencoba mengendalikan diri untuk bangkit ke tempat tidur dan beristirahat.

               Teriknya mentari dan angin sepoi-sepoi yang dirasakan di bawah pohon nan rindang, membuat siswi SMA ini hanyut dalam omajinasi. Khayalan yang sungguh nyata membawa ia larut dalam impian.“Hai Diana, asyik bener nih melukisnya, lihat dong. Pasti lagi gambar aku kan? Kejut Lintang.“Hmm,, ngapain juga aku gambar kamu. Seperti gak ada objek lain aja yang lebih bagus.. hahahha.. Mereka begitu asyik bercanda tanpa menghiraukan teman yang lain di sekitarnya yang merasa kebisingan karena tingkah mereka yang sungguh beda dengan siswi lainnya. Dan anak-anak yang lain sebaliknya sudah merasa biasa dengan sikap mereka itu.
               “Aku mau cerita..tapi……….(serius Lintang_
               “Cerita aja…ada apa? ( menatap Lintang kebingungan)
               Tiba-tiba, Lintang terjatuh. Kata-kata yang ingin ia bicarakan tidak mampu terucap. Kepanikan gadis seni ini sungguh luar biasa. Ketika di ruang UKS, Lintang terbaring tak berdaya. Diana berlari menyusuri kelas dan mencari telepon di sekolahnya. Untuk memberi kabar pada orang tua Lintang dan membawanya ke rumah sakit..
               “Aku ada di mana? Ada apa denganku? ( sadar Lintang)
               “Kamu ada di rumah sakit. Kamu tadi pingsan di taman belakang sekolah. Kamu nggak apa-apa kan? (khawatir Diana)
               “Aku sakit apa? Mana ayah?”
               “Dokter masih belum memberitahukan pasti penyakitmu. Ayahmu masih dalam perjalanan. Bersabarlah sebentar. Cepat sembuh ya,, biar sore ini kita bisa belajar bareng, kan kamu udah janji kemaren.”
               “Mungkinkah penyakitku itu serius?””ahh, jangan berpiir gitu, kamu pasti sembuh. Semangatlah, aku akan ada di sampingmu..”
               “Sudah, sekolah sana. Biar pintar, dan bisa membalap rangkingku. Hhaha…”
               “Iihh,, kamu. Calon ilmuan gini diejekin. Pasti dong aku bisa. Hhehe”
               “Ya deh,, buktikan ke aku ya nanti.”
               “Iya, pasti. Suatu saat kita akn merayakan keberhasilan kita. Aku ke sekolah dulu ya.! Sebentar lagi, orangtuamu juga akan ke sini. Bye !!”
               “Bye.. Hati-hati ya Diana. Thank’s!"

               Jalan lorong sekolah tampak sepi, hanya ada seorang gadis berambut hitam pendek duduk di depan kelas musik sambil membawa biola dengan wajah yang tampak murung, Diana segera menghampirinya.
               “Hai, kenapa kamu sendiri? Nggak masuk kelas?” Tanya Diana heran
               “Hmm, aku.. aku.. mau sendiri di sini aja.”
               “Jangan seperti anak kecil, ayolah masuk. Tapi, apa yang membuatmu sedih?” penuh heran
               “Tadi, ketika ada pemilihan bakat pemain biola, aku ada kesalahan memainkan nada, sampai-sampai alunannya nggak enak didengar. Mereka menertawakanku, padahal aku baru saja pindah ke sekolah ini jadi aku masih belum pandai memainkan alat musik seperti biola ini..”
               “Kamu sudah hebat kok, kamu bisa memainkan alat musik kesukaanku, dan aku… aku hanya bisa menggambarnya. Yang penting, tetap berjuang!! Daah..aku ke kelas dulu ya..”
               “Thengs.. siapa namamu?”
               “Diana!" Teriaknya.. (sambil berlari)
               Nafas yang terengah-engah membasahi wajah gadis lembut nan periang itu. Diana segera masuk ke kelas lukisnya yang sudah mulai belajar. Sambil menyapu keringatnya, teringat sahabatnya yang terbaring lemah.
               (Mungkinkah kami akan terus bersama?) dalam hatinya berkata.
               Ibu Tari masuk ke kelas tiba-tiba. Meihat Diana yang sedang melamun segera menghampirinya.
               “Diana, kenapa kamu?”
               “Ohh.. Ibu. nggak apa-apa bu.”
               “Kamu bohong, da masalah ya? Tidak biasanya kamu seperti ini!”
               “Ii..ia bu.”
               “Memangnya ada apa, sampai-sampai mengganggu pikiranmu seperti ini?’
               “Sahabatku, Lintang. Dia masuk rumah sakit dan sepertinya penyakitnya parah.”
               “Ohh,, Lintang ya. Gimana kalau sepulang sekolah kita menjenguknya” ajak bu Tari
               “Ibu mau menjenguknya? “
               “Iya,, nggak apa-apa kan?”
               “I..ya. nggak masalah.” Semangat Diana
               Ibu Tari adalah guru yang paling disukai banyak siswa. Tak kadang banyak siswa yang curhat. Beliau memiliki jiwa keibuan, walaupun beliau belum menikah. Beliau sangat perhatian dan mengerti perasaan orang lain.
               Ibu Tari memberi semangat Diana, membuat ia semangat pula bertemu Lintang. Ia menyelesaikan lukisan pemandangan dengan kuas kesayangannya. Kali ini, ia mendapat pujian dari teman-teman dan bu Tari. Sampai-sampai lukisannya akan diikutkan dalam pameran lukisan. Lukisannya menggambarkan eorang gadis berkerudung duduk di atas tebing tinggi yang dihantam ombak di tepi pantai. Lukisan itu pun dihiasi pantulan sinar matahari di penghujung hari. Gambarnya begitu nyata, dan membawa dalam khayalan. Diana dan bu Tari pun berangkat menjenguk Lintang.
Hanya mereka berdua yang masih berada di sekolah. Tak heran, suara mereka menggema ketika lewat lorong sekolah. Diana melepas pandangannya ke arah taman di samping lapangan basket. Ia sempat kaget ada seorang gadis duduk di atas potongan pohon. Ketika ia hampiri, ternyata gadis biola itu.
               “Hai, belum pulang?" Sapa Diana
               “Hmmn. Belum Diana’
               “Ngapain kamu sendiri di sini, Zy?” Sahut bu Tari
               “Lho, ibu kenal dia?” sahut Diana
               “Uta, ibu kan juga mengajar kelas musik. JadI ibu kenal Lizy”
               “Ohh, namamu Lizy ya?”
               “Iya,, ibu mau ke mana, kok sama Diana?”
               “Ibu sama Diana mau ke rumah sakit, jenguk sahabatnya Diana. Kamu mau ikut?”
               “Ya,, boleh. Ayo! Panasnya terik matahari sudah mulai membakar kulit nih..” ajak Lizy
               “Hhhhaha….” Sambung Diana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar