Ada Cinta Di
Paris..
Selalu
teringat dibenakku kejadian dua minggu yang lalu. Teringat akan senyuman tulus
gadis itu juga kedua mata indahnya yang kugambarkan mirip dengan bulan terang
di malam hari. Saat nyaris saja sebuah mobil menabrak gadis itu, dengan
sigapnya aku menolong gadis yang tidak kuketahui namanya itu bak seorang
pahlawan. Kejadian itu benar-benar membuatku gelisah sekarang. Ditambah
pancaran sinar dari wajah cantik gadis itu yang membuatku tambah tak karuan.
Bahkan hingga saat ini, aku masih saja terus gelisah memikirkan gadis cantik
itu. Hingga saat ini, saat sesuatu yang tidak terduga datang lagi kepadaku..
Kupotret bangunan-bangunan di Kota
Tua sore itu, semua orang yang lewat, para pedangang yang menanti pembeli
datang. Hingga sesuatu yang tidak terduga itu terjadi. Diantara banyak
orang-orang lewat sambil tertawa ria, aku melihat sosok wajah yang familiar. Ya,
gadis itu. Gadis yang kutolong dua minggu lalu. Dia juga sedang asik
mengabadikan kejadian-kejadian menarik di Kota Tua sore itu. Kemudian terukir
sebuah senyuman dibibirku, dan aku pun berlari menghampiri gadis itu. “Hey!”
sapaku. Gadis itu menoleh sambil tersenyum indah dengan tampang agak sedikit
bingung dan ragu. “Dua minggu lalu, kita ketemu saat kamu mau ketabrak mobil.
Udah inget sama aku?” tanyaku menjawab tanda tanya dipikiran gadis itu. Gadis
itu kemudian tertawa sambil menganggukkan kepalanya.
“So, kamu seneng photograph juga,
Sar?” tanyaku setelah kami berkenalan dan aku tau nama gadis itu adalah Sarah.
“Iya. Dari SMA aku udah suka photograph. Seneng aja gitu bisa ngabadiin hal-hal
menarik yang kadang nggak kita sadarin” jawabnya sambil tersenyum lembut
ditambah sebuah lesung pipi di pipi kanannya. Aku mengangguk. “Emm, kapan-kapan
boleh kali hunting bareng. Hehe” ucapku basa-basi. “Oh, boleh-boleh! Secepatnya
deh direncanain tempatnya, soalnya baru-baru ini aku juga ada rencana mau
hunting gitu deh” jawabnya bersemangat. “Oke deh, pasti diusahain cepet cari
tempat huntingnya, Sar” sahutku sambil mengedipkan satu mata kearahnya. Sarah
tertawa kemudian dia memotret seorang ibu yang sedang menggandeng kedua anak
kembarnya. “Mau es krim?” tanyaku lagi. Sarah mengangguk.
Semakin lama, semakin dekat aku
dengan Sarah. Takdir memang tidak kemana, pertemuanku dengan Sarah benar-benar
takdir yang indah. Apalagi setelah kita berdua hunting bersama di sebuah wisata
air terjun di Jawa Tengah, kita berdua menjadi semakin akrab lagi. Kita berdua
sudah saling berbuka cerita satu sama lain. Berbagi inspirasi, cerita,
pengalaman, trik-trik memotret yang baik dan lainnya. Sampai kuketahui ternyata
kedua orangtua Sarah telah lama meninggal dan sekarang dia tinggal bersama
tantenya dengan hidup yang sederhana. Kenang-kenangan dari kedua orangtuanya
hanya sebuah kamera yang sekarang selalu berada disisinya juga keinginan
orangtuanya yang selalu ada dipikiran Sarah. Mereka ingin sekali Sarah menjadi
photografer handal, terkenal dan bisa melanjutkan studi di Paris. “Mereka mau banget aku bisa ke Paris, menjadi
seorang mahasiswi dan seorang photografer yang handal, Zan. Jika suatu saat aku
bisa memamerkan hasil foto-fotoku di Paris, mereka pasti akan bangga banget
punya anak kayak aku. Makanya itu, sampe sakarang, aku terus berlatih jadi
photografer yang handal supaya bisa dapet beasiswa ke Paris dari kampusku. I
ever fail, but I always try it again and again”, jelas Sarah saat berbicara
tentang keinginan orangtuanya. Dari situ aku mengerti, bahwa Sarah adalah
seorang perempuan yang pantang menyerah demi keinginan orang yang disayanginya.
Lima bulan telah berlalu dengan
begitu cepat. Kedekatanku dengan Sarah semakin menjadi. Kehandalan Sarah dalam
memotret suatu objek juga semakin mantap. Aku optimis, jika dia bisa
mendapatkan beasiswa itu. Dengan berjalannya waktu dan kedekatan ini, timbul
perasaan sayangku padanya yang lebih mendalam dari sebelum-sebelumnya. Aku
semakin ingin menjaga Sarah sepenuh hatiku. Aku ingin sekali melindunginya dari
apapun. Aku ingin selalu ada disampingnya selalu. Menemani harinya. Tapi, aku
masih belum berani mengungkapkan perasaan sayang ini padanya. Mungkin aku
memang cowok pengecut yang takut ditolak cintanya dengan Sarah jika aku
mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya. Tapi, aku memang benar-benar takut.
Sampai saat ini Sarah tidak pernah memperhatikanku sampai sedetail mungkin. Dia
hanya memerhatikanku sebagai temannya, menurutku. Sampai malam itu, saat aku
mengajaknya ke Puncak, malam yang sangat istimewa bagiku..
“Dezan, kamu nggak mau ngomong
sesuatu sama aku?” tanya Sarah tiba-tiba. seketika aku bingung menatap Sarah.
Tapi Sarah membalas tatapan bingung itu dengan senyuman dan sebuah lesung pipi
khasnya. “Emm, berbulan-bulan kita dekat, apa kamu nggak ngerasa sesuatu yang
berubah dari hati kamu?” tanya Sarah lagi sambil memandang licik kearahku. Aku
hanya menaikkan satu alisku keatas, bingung. “Oke, bukannya aku kepedean sih,
but I think.. you like me”, ucapan singkat yang keluar dari mulut Sarah itu
telah membuat sekujur tubuhku gemetaran. Aku rasa darahku berhenti mengalir.
Kemudian aku menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan hingga
tiga kali, baru kemudian kujawab ucapan Sarah tadi. “No I’m not. I don’t like
you, but I love you, Sarah” jawabku kemudian. Sarah terlihat kaget sejenak, dan
kemudian dia tersenyum indah sekali padaku. “Dari pertama insiden itu terjadi,
aku udah tertarik sama kamu. Tadinya aku berpikir mustahil akan bertemu kamu
lagi tapi ternyata takdir berkata lain. Kita berdua dipertemukan kembali di
sebuah tempat indah dan saat suasana romantis tercipta. Sampai akhirnya kita
semakin dekat dan semakin lama perasaan sayang itu terbentuk di hatiku untuk
kamu, Sarah” ucapku. Tiba-tiba Sarah memelukku dengan erat, aku merasa bahuku
basah. Sarah menangis. “I love you too, Dezan” ucapnya disela-sela isak
tangisnya. Senyumku berkembang sambil membalas pelukan Sarah.
Malam itu dirumah Sarah sangat
ramai. Bertahun-tahun Sarah menginginkan dan akhirnya hari itu juga dia telah
mendapatkannya. Malam itu juga genap hubungan kami yang setahun. “Thanks for
Jesus, Father from all of children, yang telah memberikan kasih sayangnya
padaku, thanks for my friends, my
belove’s aunt and thanks for my beloved, yang telah hadir disini. Aku
mendapatkan beasiswa ini nggak luput dari peranan dan support dari kalian
semua. Bertahun-tahun aku mengejarnya, ternyata pengejaran itu berakhir disini.
Ditahun ke-6 kedua orangtuaku meninggal. Setelah nanti aku berada di paris, aku
nggak akan pernah mengecewakan kalian semua terutama Tante Mira dan keluarga
yang telah ngerawat aku setelah kepergian kedua orangtuaku. Aku benar-benar
berterima kasih atas apa yang telah kalian lakukan padaku” ucap Sarah panjang
lebar dihari kebahagiaannya malam itu. Pelukan dan ciuman hangat serta tangis
haru beradu menjadi satu dimalam bahagia itu. Aku yakin, kedua orangtua Sarah
juga pasti merasakan kebahagiaan di Surga sana.
Setelah
lama berbincang, kemudian Sarah pamit permisi sambil mengajakku keluar rumah.
sarah memelukku kemudian mencium pipiku. Dikeluarkannya tiket pesawat
keberangkatan menuju Paris besok dari dalam saku bajunya. “See it, Honey”
ucapnya sambil tersenyum padaku. “Happy anniversary one year, Dezan” ucapnya
lagi sambil meneteskan air mata. “Kenapa?” tanyaku sambil menghapus air
matanya. “Walau nanti kita nggak ketemu, kita berbeda tempat, berbeda pijakan
bumi dan hamparan langit, kita akan tetap saling mencintai kan? Kamu nggak akan
ninggalin aku kan? Hati kita akan terus bersatu kan?” tanya Sarah semakin
terisak. Aku tersenyum, “aku cinta sama kamu selama-lamanya, Sarah. Aku akan
terus dan akan tetap mencintaimu sampai nanti kita akan kembali pada Tuhan.
Only dead is over our”. “I wish, We can meet again and stay at the romantic
place in this world, French. Paris. And at the heaven if we die” ucap Sarah
sambil terus menangis. “Kita pasti akan bertemu di kota romastis sedunia ini,
Paris dan di Surga jika kita mati nanti” sahutku mengikuti ucapan Sarah. Aku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar